FILOSOFI
AIR I
"Angin tak kunjung datan, hujan tak kunjung turun dan tak ada
sedikitpun petir menyambar"
harapan seorang pendiam yang ingin mendapat tantangan dari
tuhannya. Tetapi bukan berarti ia orang yang tegar, tabah ataupun kuat
menghadapi cobaan, hanya saja ia mengignginkan perubahan dalam hidupnya karena
terinspirasi dengan pernyataan yang membuatnya terus terngiang.
" kalau seseorang dihadapkan
dengan ujian, cobaan, tantangan dan setumpuk beban, dalam keadaan terdesak biasanya
ia akan berfikir dan menemukan berbagai cara bagaimana menghadapinya."
Sebut saja namanya Hida dua puluh dua tahun silam
ia terjatuh dari rahim ibunya namun entah berapa tahun saja ia merasakan hidup
yang sebenarnya, selama ini ia hidup apa adanya.
"kalau kita hidup hiduplah sebagaimanan air mengalir dari hulu ke
hilir. Air dari hulu tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk dapat sampai ke muara bahkan ke laut lepas"
Prinsipnya yang ia pegang selama ini dan ia
obralkan ke setiap teman yang ia jumpai dan ajak ngobrol.
"Air kan biasa-biasa saja mengalir berarti kau ini orang yang paling
santai dong!"
Celetuk salah satu teman bicaranya denga suara
agak menantang dan raut muka sedikit garang. Iapun tidak mau kalah begitu saja
dengan pendapatnya, sambil menghela napas dalam-dalam ia melanjutkan "
"Eit jangan sangka santainya air bukan ia tak berdaya, tak berkekuatan
dan tak punya pengaruh. Coba kau bayangkan untuk sampai ke laut lepas air dari
hulu harus melewati tangan para petani yang hendak membelokan untuk mengairi
sawah iapun harus melewati tangan-tangan ibu rumah tangga yang hendak mencuci
pakaian, alat dapur, bahkan badannya sendiri"
Dengan nafas terengah-engan iapun melanjutkan
dengan sedikit emosi "Apakah lurus-lurus saja ia melewatinya bagai jalan
tol, tentu tidak kan!"
"Nyantei dong ngomongnya katanya berprinsip seperti air mengalir, air
kan mengalir kan mengikuti arus "
"Iya iya ya" tukasnya dengan nada yang lebih santai
Akhirnya teman hida itu mengangguk-anggukan kepala
sambil merenungkan apa yang telah ia dengar. Dengan sedikit rasa bangga ia
menepuk pundak hida sambil berkata. "baguslah kalau kau punya prinsip,
mudah-mudahan jadi acuan dan motivasi dalam hidupmu"
"Amiienn....."
Sahut keduanya hampir bersamaan.
Bandung, 1 Muharram 1429
0 komentar:
Post a Comment